Kamis, 19 Februari 2015

Detik-detik Kepergian Siti Aminah

DETIK-DETIK kepergian Siti Aminah ( ibunda tercinta RASULALLOH )

....Suatu hari timbul keinginan dalam hati Aminah untuk membawa Muhammad kecil(-/+6thn) ke Yastrib (Madinah) tuk diperkenalkan dengan sanak keluarga pihak ayahnya (Abdullah) yg memang keturunan bani Ady bin Najar.

Maka berangkatlah Muhammad, bundanya dan Ummu Aiman ( budak perempuan peninggalan ayahnya), mereka pergi ikut rombongan kafilah dagang, setibanya di Madinah Muhammad kecil di perkenalkan dgn banyak saudaranya dan mereka menyayanginya, di Madinah Muhammad kecil bermain dengan senangnya dalam kehangatan cinta dari keluargnya hingga tak terasa sudah lebih sebulan mereka menetap dan kini tibalah saatnya tuk kembali pulang.
Kelak setelah menjadi RASUL ia akan kembali & di sambut penuh cinta oleh penduduknya. Pulang dgn hati berat karena rindu akan suasana Madinah.
Tapi ia tak tahu, sebuah takdir besar dan pilu menanti dalam perjalanan pulang ini.

Cuaca buruk, angin & badai pasir menghadang rombongan kafilah ini, semua rombongan was-was, berdoa serta kondisi fisik mereka lemah.
Benar saja, udara panas tak kuasa di tanggung Aminah. Ia lemas dan jatuh sakit, Ummu Aiman cemas di tengah perjalanan badan Aminah tiba2 panas tinggi dan kondisi tidak memungkinkan tuk melanjutkan & memutuskan berhenti d bawah pohon (rombongan kafilah tdk mngkin berhenti hanya karena ada anggota yg sakit, terpaksa Aminah,Aiman & Muhammad di tinggalkan)

Ummu Aiman makin cemas ia merasa tdk bisa tangani sakitnya yg tambah parah. Apa yg bisa dilakukan seorang budak perempuan tanpa pengalaman di tengah gurun tandus? hnya sebisanya yg bisa ia lakukan.
Lalu ia memandang wajah Mahammad kecil dgn kesedihan berlipat. Kasihan sakali anak ini, pikirnya. Ia yatim sejak di kandungan & kini menyaksikan bundanya terbaring tak berdaya.
Batinnya sedih, airmatanya berlinang menyaksikan bundanya berbaring tak berdaya.
Tangannya yang kecil memijit kepala bundanya yg dicinta dengan rasa sayang.
Serta bunda Aminah dengan daya dan upaya terakhirnya meraih kepala Muhammad kecil & mencium pipinya. Senyum bahagia terukir di wajah lembutnya seolah ia akan pergi dgn hati lapang dan ikhlas.

Satu per satu nafasnya hilang dan akhirnya Alloh azza wa jala menjemput insan terkasih ini...
Mengapa bundanya pergi secepat itu? Belum lama ia mengecap kasih sayang bundanya. Melihat kematian Aminah, Ummu Aiman tak kuasa menahan tangis dan sedih, ia memeluk Muhammad kecil... :

.........."Oh kasihan kau,nak. Usiamu masih kecil tapi kini kau telah yatim piatu. Malang nasibmu nak."... demikian ratap Ummu Aiman.

Sejarah mencatat, Ummu Aiman membawa jasad Siti Aminah ke desa terdekat di Abwa dan disanalah ia di kebumikan. Ummu Aiman & Muhammad kecil kemudian kembali ke Mekah membawa kabar nestapa.

Ya, Rasulalloh,.....shalallohu alaihi wassalam....
Shalawat serta salam kami selalu tercurah padamu sebagai bentuk cinta kami, dari kami umatmu diakhir zaman yg selalu merindukanmu.....! Semoga Alloh ta alla mengumpulkan kami bersama dengan mu di akhirat kelak, aamiin.....

Allohu a'lam.....

Minggu, 15 Februari 2015

Kisah bunga mawar dan pohon bambu

Kisah Bunga Mawar dan Pohon Bambu Di sebuah taman, terdapat taman bunga mawar yang sedang berbunga. Mawar-mawar itu mengeluarkan aroma yang sangat harum. Dengan warna-warni yang cantik, banyak orang yang berhenti untuk memuji sang mawar. Tidak sedikit pengunjung taman meluangkan waktu untuk berfoto di depan atau di samping taman mawar. Bunga mawar memang memiliki daya tarik yang menawan, semua orang suka mawar, itulah salah satu lambang cinta. Sementara itu, di sisi lain taman, ada sekelompok pohon bambu yang tampak membosankan. Dari hari ke hari, bentuk pohon bambu yang begitu saja, tidak ada bunga yang mekar atau aroma wangi yang disukai banyak orang. Tidak ada orang yang memuji pohon bambu. Tidak ada orang yang mau berfoto di samping pohon bambu. Maka tak heran jika pohon bambu selalu cemburu saat melihat taman mawar dikerumuni banyak orang. “Hai bunga mawar,” ujar sang bambu pada suatu hari. “Tahukah kau, aku selalu ingin sepertimu. Berbunga dengan indah, memiliki aroma yang harum, selalu dipuji cantik dan menjadi saksi cinta manusia yang indah,” lanjut sang bambu dengan nada sedih. Mawar yang mendengar hal itu tersenyum, “Terima kasih atas pujian dan kejujuranmu, bambu,” ujarnya. “Tapi tahukah kau, aku sebenarnya iri denganmu,” Sang bambu keheranan, dia tidak tahu apa yang membuat mawar iri dengannya. Tidak ada satupun bagian dari bambu yang lebih indah dari mawar. “Aneh sekali, mengapa kau iri denganku?” “Tentu saja aku iri denganmu. Coba lihat, kau punya batang yang sangat kuat, saat badai datang, kau tetap bertahan, tidak goyah sedikitpun,” ujar sang mawar. “Sedangkan aku dan teman-temanku, kami sangat rapuh, kena angin sedikit saja, kelopak kami akan lepas, hidup kami sangat singkat,” tambah sang mawar dengan nada sedih. Bambu baru sadar bahwa dia punya kekuatan. Kekuatan yang dia anggap biasa saja ternyata bisa mengagumkan di mata sang mawar. “Tapi mawar, kamu selalu dicari orang. Kamu selalu menjadi hiasan rumah yang cantik, atau menjadi hiasan rambut para gadis,” Sang mawar kembali tersenyum, “Kamu benar bambu, aku sering dipakai sebagai hiasan dan dicari orang, tapi tahukah kamu, aku akan layu beberapa hari kemudian, tidak seperti kamu,” Bambu kembali bingung, “Aku tidak mengerti,” “Ah bambu..” ujar mawar sambil menggeleng, “Kamu tahu, manusia sering menggunakan dirimu sebagai alat untuk mengalirkan air. Kamu sangat berguna bagi tumbuhan yang lain. Dengan air yang mengalir pada tubuhmu, kamu menghidupkan banyak tanaman,” lanjut sang mawar. “Aku jadi heran, dengan manfaat sebesar itu, seharusnya kamu bahagia, bukan iri padaku,” Bambu mengangguk, dia baru sadar bahwa selama ini, dia telah bermanfaat untuk tanaman lain. Walaupun pujian itu lebih sering ditujukan untuk mawar, sesungguhnya bambu juga memiliki manfaat yang tidak kalah dengan bunga cantik itu. Sejak percakapan dengan mawar, sang bambu tidak lagi merenungi nasibnya, dia senang mengetahui kekuatan dan manfaat yang bisa diberikan untuk makhluk lain. Daripada menghabiskan tenaga dengan iri pada orang lain, lebih baik bersyukur atas kemampuan diri sendiri, apalagi jika berguna untuk orang lain.